Di lahirkan 20 oktober 1990, menandakan umur sudah menginjak
ke-22 tentunya sudah tidak muda lagi dibandingkan dengan teman-teman seangkatan yang ber
umur 20an, tetapi umur hanyalah sebuang angka. Pada saat itu lahirlah buah cinta dari ayah saya yang sedang
mengejar gelar S2 di universitas Malaysia dan ibuku yang diberi nama Muhammad Imal Putra.
Nama Imal sendiri itu singkatan dari Malaysia-Indonesia, saya memang lahir di
negeri tetangga Malaysia tepatnya di rumah sakit di kota Selangor. Dulu saat
masih polos saya boleh merasa bangga sebagai anak kelahiran Malaysia, tapi saat
ini? Rasanya tidak , karena sejarah antara 2 negara Indonesia-Malaysia sendiri
tidak terlalu baik. Semasa TK di negeri seberang saya bisa dibilang pemberani,
kenapa? Jarak antar TK dan Rumah sekitar ±1Km pada suatu hari saya memukul
sahabat saya disana karena memanggil saya dengan sebutan indon. Ayah saya pernah mengatakan apabila ada yang
memanggil dengan sebutan indon saya harus memukul anak itu, maka
saya pukulah sahabat saya tersebut, hingga akhirnya sahabat saya yang biasanya
selalu mengantar pulang ke rumah mengacuhkan saya, akibatnya perjalanan pulang
ditempuh dengan jalan kaki menyusuri jalan yang untungnya jalan tersebut sepi
kendaraan karena tepat berada di kawasan universitas Malaysia.
Tepat setelah lulus kelas 1 SD akhirnya kami sekeluarga berencana
untuk pulang kembali ke tanah air Indonesia karena ayah saya sudah berhasi
mendapatkan gelar S2nya. Setiba ditanah air kami dijemput oleh kakek dan nenek
saya yang sudah menunggu di bandara soekarno-hatta untuk terus meluncur
langusng ke kampong halaman di bandung. Setiba di bandung saya berencana untuk
melanjutkan pendidikan ke kelas 2 terhambat, ternyata perbedaan kurikulum di Malaysia
yang memulai tahun ajaran baru pada bulan januari sedangkan Indonesia pada
bulan juli. Alhasil terpaksa libur lumayan panjang seperti liburnya mahasiswa
saat naik tinggat. Memulai karir pendidikan dikelas 1 hingga kelas 2 SD di
bandung saya pun kembali pindah sekolah ke SD di Jakarta Hingga kelas 4 SD, kali
ini bersekolah di salah salah satu sekolah favorit pada masa itu dan dekat
dengan kantor ibu saya yg bekerja di BPOM. Karena kedua orang tua saya bekerja,
maka saya sering ditinggal sendiri di rumah hingga malam hari. Mungkin inilah
yang membuat saya menjadi anak yang lumayan pemberani. Kami pun akhirnya
kembali merantau ke daerah bekasi tepatnya cibitung. Akhirnya inilah tempat
terakhir perantauan saya selama bersekolah di tingat SD dari kelas 4 hingga
lulus. Jika dihitung selama SD saya sudah 4 kali pindah sekolah.
SMPN 1 Tambun, salah satu smp favorit di daerah saya. Tidak seperti
pada masa-masa SD saya bersekolah di sini hingga lulus. Tidak seperti di SD , pada
saat SMP tidak aad kejadian yang terlalu menarik melainkan kali ini saya agak
menjadi nakal, ternyata memang benar factor lingkungan mempengaruhi kepribadian,
mungkin pada saat SD sifat pemberani saya lebih cenderung kea rah yang positif
kali ini lebih ke negative, seperti tawuran, merokok dll. Akhirnya tibalah saat
kelulusan SMP untuk naik jenjang ke SMA. Akibat kurang seriusnya belajar saat
tes masuk SMA hasilnya saya pun gagal lolos.
Akhirnya saya memlih untuk mendaftar di SMA swasta islam
yang cukup elite, karena biaya masuk dan biaya SPPnya lumayan mahal. Menjelang MOS
saya kaget melihat seseorang yang tampak familiar wajahnya, ternyata orang
tersebut adalah siswa SMP 2 Tambun yang pernah saya ajak berantem hanya
gara-gara rebutan computer di warnet, mengingat masa-masa SMP begitu labilnya
saya. Setelah berkenalan saya pun menjadi akrab dengan dia dan berteman baik. Mengingat
lingkungan yang sangat baik, akhirnya sifat nakal saya pun berangsur-angsur
hilang. Tawuran, merokok dll pun menjadi ingatan masa lalu. Waktu terus berlalu
akhirnya tiba pula kenaikan ke kelas 2 sekaligus penjurusan. Sebelum memlih
jurusan IPA/IPS sekolah mengadakan test IQ dan psikotest sebagai salah penentu
jurusan yang akan ditempuh dikelas 2 dan 3. Hasil tes keluar ternyata sesuai
harapan, saya masuk kelas IPA sesuai harapan saya. Tak terasa kelas 2 sudah hampir
bearkhir dan saya pun naik kelas ke kelas 3. Pada saat itu ada kejadiaan unik,
kami siswa laki-laki sekelas patungan sekitar 50rb per orang untuk tune-up
salah satu motor lawas saya. Dengan biaya tune-up hamper 2jt, terkumpulah sekitar
700rb dan saya membayar sisanya. Setelah selesai. Ternyata anak IPS pun tidak
kalah mereka pun me tune-up salah motor siswanya. Tiba akhirnya tanggal yang
ditentukan untuk lomba drag racing, dengan taruhan sekitar 100rb mewakili tiap
kelas yang memang pada angkatan kami hanya terdapat 1 kelas IPA dan 1 IPS. Motor
dinyalakan, bendera pun dikibarkan. Tak di sangka motor saya keluaran tahun 89
yang lebih tua dari pada saya dapat menang telak (istilah kampungnya sekebon) dengan motor keluaran Baru yang
sudah di tune-up. Akibatnya terjadi perang dingin antara IPA dan IPS tetapi
tidak berangsung lama.
Akhirnya tiba masa genting bagi seluruh anak SMA kelas 3
yaitu tes Penerimaan MAhasiswa Baru. Ada 3 unviersitas yang coba saya jajal saat
itu UI, ITB, Telkom dan Budi Luhur sebagai alternatik terakhir. 1x tes di UI
gagal, 2x tes di ITB gagal, akhirnya saya coba tes di ITT Telkom. Ternayata saya
gagal 2x . penasaran, saya coba tes di Telkom untuk gelombang terakhir ternyata
saya di terima. Kembali pulang kampung ke bandung saya pun mengikuti kegiatan
belajar-mengajar di kampus sperti biasa. Mungkin sudah ditakdirkan oleh Tuhan pertama
sepatu saya mendadak hilang dan akhirnya kendaraan motor yang menemani saya ke
kampus di gondol maling saat sedang berada di warnet. Shock, karena memang
kejadian pertama bagi saya, saya pun hamper bulak balik ke kantor polisi untuk
mengurus surat kantor polisi yang akhirnya kuliah terbengkalai. Jarak kampus ke
rumah yang memang tidak terlalu jauh apabila di tempuh lewat motor, tetapi
dengan angkot dapat memakan waktu hingga 3x lipat lebih lama dan 3x naik angkot
plus ojek, menghilang semangat untuk melanjutkan kuliah di kampus tersebut.
1 tahun tertinggal akhirnya, saya memutuskan untuk
melanjutkan kuliah di gunadarma dari awal. Hingga semester 2 saya jalani dengan cukup berat, bukan berat akibat materi
kuliah tetapi karena Kurangnya motivasi untuk belajar. Akhirnya dimulai dari semester
3 saya tekadkan motivasi saya untuk belajar. Seperti kata pepatah
bersusah-susah dahulu bersenang-senang kemudian, sayapun mendapatkan hasil
nilai semester 3 dan 4 dengan hasil yang sangat baik. Hingga sekarang tanpa
terasa sudah semester 5 dengan motivasi belajar yang lebih menggebu-gebu
tentunya. ( Badegos Ronggas )
0 comments:
Post a Comment